Pengalaman Sebagai Pelanggan Maskapai Penerbangan
http://www.hasnulsuhaimi.com/jurnal/pengalaman-sebagai-pelanggan-maskapai-penerbangan/
Posted on November 15th, 2012
Sebagai orang yang bergerak di industri jasa, tentunya customer experience sangat penting. Masalah pelayanan dan pengaduan pelanggan merupakan hal yang dihadapi sehari-hari. Adakala kasus yang terjadi memang besar dan pelik. Tapi, tidak jarang kasus yang relatif kecil yang malah dibesar-besarkan sehingga bisa berlarut-larut penyelesaiannya.
Ketika kami menghadapi pelanggan, mereka menuntut banyak atas layanan yang kami berikan. Namun, ketika saya menggunakan jasa dari pihak lain, sebagai pelanggan saya biasanya pasrah dan nrimo saja, tidak suka menuntut atau komplain macam-macam. Sempat terpikir kalau ini tidak adil. Ya memang saya yang tidak mau komplain sih. Tapi, perasaan ini yang akhirnya membuat saya menempatkan diri benar-benar sebagai pelanggan awam dan menuntut hak saya.
Bulan Mei lalu, saya melakukan penerbangan ke luar negeri bersama istri dengan maskapai asing yang selama ini layanannya selalu saya terima dengan baik. Namun, ternyata ada kesalahan saat pemesanan tiket: nama yang tercantum di tiket tidak sesuai dengan identitas istri saya. Kelupaan nama belakangnya. Saya diminta untuk datang ke ticketing office dan menghubungi travel agent yang menerbitkan tiket saya agar bisa mengurus penambahan nama belakang tersebut.
Sebagai orang awam di industri penerbangan, saya rasa tidak perlu sampai berbelit seperti itu kalau hanya untuk mengubah nama yang tertera pada tiket. Kenapa tidak diubah saja melalui terminal komputer yang ada di counter tersebut? Toh, nama di paspor dan kartu frequent flyer-nya sama ‘kan? Namun petugas tersebut bersikukuh. Katanya sudah prosedur standar.
Ya sudah, daripada saya batal berangkat, saya ikuti instruksi mereka untuk menuju ticketing office dan menghubungi travel agent. Ternyata memakan waktu cukup lama. Sudah lebih 30 menit tapi urusan tiket ini tak kunjung selesai. Waktu boarding semakin mepet, dan akhirnya saya ambil alternatif yang cepat: beli tiket baru. Beres, semua berjalan lancar, perjalanan bisnis pun tak terganggu.
Setelah saya balik lagi ke tanah air, saya baru sadar dan kaget. Ternyata tiket last minute yang saya beli itu harganya tiga kali lipat dari tiket yang dibatalkan karena kesalahan nama itu. Memang wajar sih, kan belinya di menit-menit terakhir. Tapi biaya besar yang dikeluarkan hanya karena kelupaan nama belakang? Tidak masuk akal untuk saya. Seperti terlalu dibuat-buat. Pelanggan dipersulit.
Biar gak penasaran, saya coba kirim email ke layanan pelanggan maskapai tersebut. Dalam beberapa hari, email dibalas bahwa pengaduan saya sudah diterima dan akan dilakukan investigasi. Namun, setelah saya tunggu lagi beberapa hari, belum ada kabar juga. Lalu saya kirim email yang kedua dan saya minta agar selisih harga tiketnya dikembalikan. Setelah beberapa minggu, datanglah email dari maskapai yang menjelaskan bahwa selisih harga tiket tidak bisa dikembalikan karena sudah sesuai prosedurnya. Tapi, beberapa hari setelah itu ada email susulan yang menyatakan bahwa selisih harga tiket akan dikembalikan. Lumayan, akhirnya unek-unek tersalurkan dan uang kembali. Not bad.
Lalu di pertengahan Juni kemarin, saya terbang ke Surabaya. Kali ini naik Garuda. Awalnya saya book penerbangan jam 6 pagi, namun karena ada perubahan jadwal acara, saya pindahkan ke jam 7 pagi. Karena perubahannya mendadak, saya tidak sempat mencetak tiket elektronik yang baru. Saya pikir harusnya tidak ada masalah, karena tiketnya kan elektronik. Kadang-kadang di beberapa maskapai, saya bisa terbang tanpa harus membawa print-out tiket elektroniknya.
Tapi, pagi itu saya diminta untuk validasi tiket ke kasir karena ada sistem baru. Karena antrean di kasir sangat panjang, saya menolak. Saya pikir, kan tiketnya elektronik, harusnya sudah tercatat di database maskapai, tidak perlu ke kasir.
Tanpa saya duga, petugas bernama Endah yang tanpa rasa kesal atau emosi bilang “Biar saya yang antri, Pak.”
Sekali ini saya lihat petugas membantu dengan ikhlas walaupun bukan tugasnya. Saya malu sebenarnya, tapi karena sudah terlanjut ngotot, ya saya tunggu saja. Sekalian melihat seberapa jauh dia ikhlas membantu dan seberapa besar improvement layanan Garuda.
Lebih dari 15 menit Endah dalam antrean tersebut. Setelah selesai, saya minta maaf karena telah membuat dia terpaksa meninggalkan counter-nya dan antre menggantikan saya. “Enggak apa-apa, Pak”, jawabnya ramah.
Luar biasa!
Saya tidak tahu persis, apakah Endah ini orangnya ramah atau karena sistem pelayanan Garuda yang meningkat pesat?
Pengalaman berlanjut. Saat di kabin, saya disambut dengan ucapan selamat pagi oleh dua orang petugas: pramugara senior memberi salam sambil melihat ke saya; sementara pramugari yunior menyambut ramah namun tidak melihat ke orang yang di sapa. Penilaian sesaat saya kurang baik untuk pramugari ini.
Take off relatif on time. Another good point, mengingat kondisi kesibukan runway domestik Bandara Soekarno-Hatta seperti sekarang ini.
Di udara, saya ditawarkan sarapan oleh Vina, pramugari yunior tadi. Saya tolak baik-baik karena sudah kenyang. Namun, setelah Vina menawarkan kepada setiap penumpang, ia kembali ke kursi saya dan menawarkan teh dan kopi dengan sopan. Kembali saya tolak. Seolah tidak mau menyerah, ia pun menawarkan air putih dan kudapan kacang.
Okay, I’m impressed. Penilaian buruk saya tadi terhadap Vina ternyata salah. Enggak enak juga menolak orang yang sudah berusaha baik. Saya mengiyakan tawaran terakhirnya.
Belum cukup. Saat hendak menuju toilet, selain membukakan pintu, pramugara pun memeriksa toiletnya terlebih dahulu: apakah cukup rapi, bersih, dan layak pakai. Setelah itu baru saya dipersilakan masuk.
Two thumbs up.
Memang saya terbang di kelas bisnis. Mungkin kejadian yang sama tidak akan dirasakan penumpang kelas ekonomi. Namun pelayanan yang saya rasakan kali ini terasa luar biasa. Pelayanan langka yang biasanya hanya ditemui di satu-dua airlines terkemuka di dunia.
Saya harus tarik ucapan saya saat diundang MarkPlus untuk sharing pengalaman di pelatihan Corporate Sales Garuda beberapa bulan sebelumnya. Waktu itu saya ditanya apakah Garuda bisa bersaing dengan maskapai internasional lainnya. Jawaban saya diplomatis saja: “Pasti, Pak. Saya doakan Garuda sanggup bersaing.” Tapi sepertinya banyak yang penasaran dan meminta jawaban off-the-record. Saat itu saya berikan masukan dan juga perbandingan terhadap perusahaan lain. Garuda relatif bisa bersaing dengan catatan: banyak yang harus ditingkatkan. Mulai dari armada, jadwal, kru penerbangan, prosedur, keramahan, hingga hal-hal kecil yang terlihat sepele. Namun, detail itu yang memberikan perbedaan antara good airlines dengan great airlines. Dalam industri jasa, detail-detail tersebutlah yang akan menjadi nilai tambah sebuah layanan.
Waktu itu saya bilang bahwa jalannya masih panjang. Tapi, saat ini saya lihat Garuda sudah menapaki jalan panjang tersebut. Hasilnya sudah mulai terasa. Saya yakin kalau upaya ini diteruskan, tak lama lagi Garuda akan mampu bersaing dengan maskapai manapun.
Congratulations, Garuda Indonesia.
1 Comments