Ayah, Ibu dan Kuliah.

Ayah, Ibu dan Kuliah.

Dilatarbelakangi oleh keadaan ekonomi keluarga yang terbatas, ayah cukup keras dalam menerapkan sikap disiplin padaku dan adikku untuk mencatat keuangan rumah dalam sebuah buku catatan keuangan. Aku masih ingat persis bahwa buku catatan keuangan itu sering diperiksa ayah. Kami wajib punya celengan pribadi. Ayah mengingatkan bahwa uang di celengan boleh digunakan, asalkan harus dicatat berapa terpakainya. Membuat laporan keuangan keluar masuknya uang tidaklah mudah buat saya. Jika kami lupa mencatat, kami segera lapor ke ayah dan ibu untuk penggunaan uang "Celengan". Ayah ingin melatih kami agar transparan soal keuangan. 

Sedangkan, Ibu adalah orang pertama yang memperkenalkan apa itu Tabungan di Bank sejak saya duduk di kelas 4 SD. Saya selalu bangga jika melihat buku tabungan bank yang saya punyai. Tidak disangka saya dipaksa untuk belajar hemat. 

Ketika dewasa, aku menuai hasilnya saat memutuskan untuk lanjut kuliah S2 sambil bekerja. Tidak sedikit dana yang dikeluarkan saat itu. Saya bersyukur bisa membiayai kuliah S2 ku sendiri dari tabungan pribadi.  Namun sejak itu, saya sadar diri perlu belajar menanamkan sikap disiplin dalam mengelola keuangan. Setiap muncul keinginan pribadi untuk membeli ini dan itu, saya terus membangun Awareness untuk mendahulukan kebutuhan yang penting, perlu dan berguna. Penting karena kemendesakannya, Perlu karena fungsinya dan berguna karena manfaatnya.

“The habit of saving is itself an education; if fosters every virtue, teaches self-denial, cultivates the sense of order, trains to forethought, and so broadens the mind.” – T.T. Munger

#FinancialWisdom
#UntukIndonesiaCerdasFinansial
(Petrus Hepi Witono)