1. Konflik antar umat beragama makin banyak karena rendahnya kesadaran dari dalam diri individu masing-masing mengenai toleransi dan rasa tenggang rasa antara umat beragama. Semua agama mengajarkan hal yang baik dan benar, namun pada penerapan pengajaran dan pengertian agama dapat dimaknai dengan pandangan salah dalam kehidupan sehari-hari. Rendahnya kesadaran individu ini bila dikolektifkan akan membawa dampak yang luar biasa buruk di lingkungan masyarakat. Konsep solidaritas umat beragama pun dapat membawa dampak negatif dan memicu pertikaian. Selain itu, komunikasi yang baik antarumat beragama pun perlu dibangun dengan baik. Hal apapun yang baik tidak akan menjadi baik apabila komunikasi tidak dilakukan secara baik karena memberi kesan negatif.
2. Kehadiran kelompok yang tidak menerima kehadiran toleransi beragama antara lain disebabkan masih tingginya tingkat egoisme dari pihak umat tersebut. Tingginya tingkat ego merupakan salah satu faktornya, apalagi di zaman seperti ini, di mana para individu terbiasa dengan hal-hal praktis dan cepat sehingga pelatihan kesabaran diri (kualitas spiritual) menjadi kurang sehingga sulit mengalah dan bertoleransi.
Dialog antar umat beragama seharusnya masih efektif bila dilakukan secara positif, yaitu diawali dengan tujuan positif, dilaksanakan secara baik dan konstruktif, dan akhirnya membawa manfaat untuk semua umat. Apalagi pada dasarnya dialog antarumat beragama merupakan kebutuhan hakiki umat beragama. Dengan perkembangan teknologi, dialog dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, misalnya melalui media sosial di internet. Pemanfaatan teknologi untuk dialog beragama dapat dilakukan untuk meningkatkan rasa saling pengertian, penghargaan, dan penumbuhan jiwa yang awalnya tertutup.
3. Kerja sebagai ibadah memiliki arti untuk memiliki motivasi yang baik dalam bekerja, bekerja dengan niat tulus dan kesungguhan hati. Dengan memiliki motivasi kerja yang baik, maka setiap pekerjaan akan dilakukan secara maksimal, seperti bekerja untuk Sang Pencipta. Memberikan sesuatu kepada Sang Pencipta, tentunya ingin memberikan yang terbaik. Kerja sebagai ibadah juga berarti mengerjakan hal-hal yang baik dan benar sesuai dengan petunjuk dari guru agama; menghindari perbuatan salah yang tidak sesuai dengan petunjuk agama.
4. Intoleransi beragama merupakan suatu sikap yang sulit untuk menerima kehadiran agama lain dan tidak dapat hidup berdampingan karena rendahnya kualitas spiritualitas diri yang dapat memicu terjadinya hal-hal berunsur negatif, seperti kekerasan. Beberapa jenis kekerasan yang dapat terjadi ialah sebagai berikut.
a. Kekerasan fisik, adalah kekerasan berupa serangan fisik, mis. penganiayaan (mis. pemukulan bahkan pembunuhan) terhadap para penganut agama lain dan pengrusakan rumah-rumah pribadi maupun rumah-rumah ibadah.
b. Kekerasan psikis, merujuk kepada pelontaran kata-kata hinaan, cacian, dan sejenisnya.
c. Kekerasan politis, berarti menggunakan kekuasaan politis untuk menekan, membatasi, menghalang-halangi agama lain sementara tidak ada pelanggaran hukum negara yang mengharuskan adanya sikap atau tindakan yang demikian.Untuk poin ini, perlu ditekankan bahwa "tidak adanya pelanggaran hukum" karena kehidupan beragama itu sendiri tunduk di bawah UU. Itulah sebabnya, dalam taraf tertentu, pemerintah berhak, atas dasar UU, melakukan tindakan preventif atau pun tindakan hukum, khususnya bila penganut agama tertentu dinilai bertendensi bertindak membahayakan penganut agama lainnya.
d. Kekerasan sosiologis, berarti menggalang massa untuk mengkampanyekan atau menyerukan pelarangan dan pembatasan terhadap agama tertentu dan dalam konteks relasi antar-masyarakat, memperlihatkan tendensi alienasi (pengasingan diri) dari penganut agama lain.
0 Comments