Perkembangan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dari aspek politik dan ekonomi dijabarkan sebagai berikut:
- Aspek Politik (Pilkada). Pada aspek politik, hal yang paling jelas terlihat adalah dari pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau Pilkada atau pemilihan legislatif yang baru dijalankan setelah otonomi daerah diresmikan. Jika pada jaman dahulu, kursi strategis di institusi legislatif maupun eksekutif hanya diisi oleh pejabat yang memiliki relasi dengan partai politik, saat ini mulai banyak putra daerah yang mampu bersaing dalam pemilihan umum. Contoh nyata yang baru saja terjadi pada pemilu beberapa waktu yang lalu adalah fenomena terpilihnya Komeng sebagai anggota DPD di wilayah Jawa Barat. Walaupun sebelumnya sudah banyak figur publik yang berkarir di bidang politik, namun hal tersebut karena dukungan dari partai politik, yang memanfaatkan popularitas untuk mendulang suara. Komeng, uniknya (sepengetahuan penulis) tidak terafiliasi dengan partai politik manapun, bahkan tidak pernah berkampanye sebelum pelaksanaan pemilu. Cukup dengan nama yang khas dan foto yang unik, Komeng berhasil menghimpun suara paling signifikan di daerah pilihannya, jauh melebihi calon-calon lain yang sudah memiliki pengalaman lebih lama di bidang politik. Hal ini menunjukkan bahwa siapapun dapat menjadi perwakilan legislatif, selama mendapatkan dukungan dari masyarakat.
- Aspek Ekonomi (Pembangunan). Otonomi daerah memberikan berbagai keuntungan bagi pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan, mulai dari wewenang pengelolaan keuangan sendiri dalam bentuk APBD hingga wewenang untuk menghimpun penerimaan daerah melalui instrumen-instrumen seperti PBB P2 dan pajak daerah lainnya. Keuntungan ini dapat dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur dan pemerataan fasilitas publik di daerahnya, yang sebelumnya sulit terjangkau saat Indonesia masih menganut asas sentralisasi. Contoh nyata dari pembangunan tersebut adalah proyek MRT, yang merupakan hasil dari kerja sama antara pemerintah daerah (Pemprov Jakarta) dengan pemerintah pusat dan investor dari luar negeri (Jepang), yang menghasilkan moda transportasi alternatif bagi masyarakat selain KRL dan bus. Meskipun awalnya diperuntukkan bagi Jakarta, pengembang MRT membuka opsi perluasan jaringan hingga ke daerah Banten melalui skema kerja sama dengan pemerintah daerah setempat. Hal tersebut sudah pernah didiskusikan, dan pemerintah Banten memiliki beberapa opsi, seperti penyertaan modal negara (PMN), penggunaan APBD, hingga mendatangkan investor luar negeri untuk proyek tersebut. Hal ini akan berdampak positif untuk pembangunan daerah sekitar, misanya daerah Pamulang yang rencananya akan dilewati oleh jalur MRT dalam bentuk peningkatan pertumbuhan ekonomi.
0 Comments